Umar bin Khattab adalah pemimpin Islam yang mengenalkan cara pemilihan pemimpin khalifah melalui pengambilan suara terbanyak. Gagasan ini beliau sampaikan pada tahun terakhir kekhilafahan, guna menentukan siapa pemimpin pengganti beliau. Sebetulnya, dalam pandangan pribadi Umar bin Khattab sudah dipetakan dan diperhitungkan siapa yang layak memimpin umat Islam setelah dirinya. Kandidat terkuat ialah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tapi, jika beliau mengikuti jejak Abu Bakar dengan cara menunjuk pemimpin penggantinya, maka hal itu sulit dilakukan. Sebab, Utsman maupun Ali adalah dua tokoh kepercayaan Rasulullah untuk mencatat firman-firman Allah. Atas dasar pertimbangan itulah beliau menunjuk tokoh-tokoh di antara sahabat Nabi yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaid, Zubayr bin al-Uwam, Sa'd bin Abu Wa'i. Umar tidak melibatkan dalam tim formatur itu, Abdurrahman bin Auf. Sebagaimana beliau tidak menunjuk Said bin Zaid bin Amr bin Nafil karena alasan masih sepupu khalifah sendiri. Padahal Said bin Zaid adalah salah satu dari sepuluh yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah. Namun, oleh sahabat yang lain, dimintakan satu perwakilan dari khalifah Umar. Lalu disepakatilah Abdullah bin Umar Dengan catatan ia memiliki hak suara tapi tidak memiliki hak untuk dipilih. Umar bin Khattab berpesan kepada mereka "Aku tidak menerima perintah untuk menunjuk penggantiku baik di waktu hidupku maupun matiku dengan cara berwasiat. Namun yang pasti aku akan mati. Maka untuk kelangsungan masa depan umat Rasulullah Saw, aku kumpulkan kalian untuk menentukan masa depan kalian." Umar bin Khattab tampaknya sudah memprediksi proses pemilihan khalifah penggantinya akan berlangsung ketat dan alot. Untuk itu, beliau berwasiat agar Suhaib bin Sinan al-Rumi berkenan memimpin shalat jamaah dan berdoa selama tiga hari, sesudah wafat beliau dan sampai ada kesepakatan siapa khalifah pengganti beliau. Ramalan Umar itu terbukti. Sahabat-sahabat yang ditunjuknya membutuhkan waktu tiga hari untuk menyelesaikan tugas memilih khalifah ke-3. Pada hari pertama dan kedua, dari 6 orang yang telah ditunjuk semua hadir, terkecuali Talhah bin Ubaid. Sahabat yang lain sempat ragu dan bertanya-tanya tentang sikap Thalhah. Tapi keragu-raguan itu akhirnya terjawab sesudah Thalhah hadir di tengah-tengah mereka. Mula-mula dari tokoh yang hadir, tiga di antaranya memilih Zubair. Tapi Zubair menolak dan melimpahkan tiga suara yang didapatnya kepada Ali. Menantu Rasulullah yang rendah hati inipun menolak dan melimpahkan suara yang diperolehnya kepada Sa'ad. Tapi lagi-lagi karena ketawadhuan Sa'ad beliau malah "melemparkan" suaranya kepada Abdurrahman bin Auf. Hari pertama rapat menghasilkan keputusan yang belum bulat sebab di antara peserta justru memilih tokoh yang tidak termasuk dalam tim formatur yang telah disepakati. Pada hari kedua, tim formatur menghadap Abdurrahman bin Auf untuk menyampaikan hasil keputusan sementara mereka. Tapi Abdurrahman sendiri ketika dikonfirmasi menolak penunjukan dirinya menjadi khalifah. Beliau justru berkata “Di antara kita yang lebih berhak menjadi khalifah ialah Utsman dan Ali." Tim formatur tak puas dengan jawaban Abdurrahman. Sa'ad bin Abu Wa'y selaku juru bicara mendesak agar Abdurrahman memilih salah satu di antara dua tokoh Utsman atau Ali. Setelah banyak pertimbangan, akhirnya Abdurrahman memilih Utsman bin Affan. Sekalipun sudah ada penegasan Abdurhman tapi ada yang mempertanyakan bagaimana dengan hak suara Thalhah yang belum juga hadir sampai hari kedua rapat? Untunglah pada hari ketiga Thalhah yang sudah dinanti-nanti hadir dalam forum musyawarah sahabat-sahabat Nabi. Ketika ditanya pilihannya, beliau spontan menjatuhkan pilihan kepada Utsman bin Affan. Dengan demikian, suara terbanyak telah menunjuk Utsman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab. Pemilihan ini diikuti dengan pembaitan yang dilakukan oleh 50 sahabat terkemuka kepada khalifah terpilih. Demikianlah kisah pertamakali pemilihan secara langsung al-khalifatur-rasyidun ke-3 dalam sejarah Islam. Walaupun berjalan alot, tapi demi kepentingan bersama, suksesi kepemimpinan dapat dilakukan secara aman dan damai. Semoga kisah ini memberikan inspirasi bagi umat Islam Indonesia dalam menyalurkan hak suara pada Pemilu 2019.
Adapunberikut diberikan 5 gaya kepemimpinan Umar bin Khattab: 1. Musyawarah. Gaya kepemimpinan pertama Umar bin Khattab yang patut ditiru yaitu senang bermusyawarah. Dalam musyawarah itu pun Umar bin Khattab tidak pernah menempatkan dirinya pada posisi penguasa, melainkan hanya manusia biasa dengan kedudukan sama seperti anggota musyawarah lain.
Bagaimana Proses Pemilihan Umar Bin Khattab Sebagai Khalifah – Umar bin Khattab adalah salah satu khalifah terbaik yang pernah melayani umat Islam. Ia telah lama menjadi seorang yang dihormati di kalangan umat Islam dan dipilih sebagai khalifah ketika masih hidup Rasulullah SAW. Namun, bagaimana ia dipilih menjadi khalifah? Sejarah mencatat bahwa setelah wafatnya Rasulullah SAW, sahabat-sahabat yang berada di Madinah berkumpul untuk menentukan siapa yang akan menggantikan beliau sebagai khalifah. Mereka mengadakan pemilihan dan mengumpulkan banyak informasi dan fakta yang akan membantu mereka membuat keputusan. Pertama, mereka meminta pendapat dari sahabat-sahabat yang berada di Madinah. Mereka berbicara tentang siapa yang paling layak untuk menggantikan Rasulullah SAW. Setelah itu, mereka mengumpulkan pendapat dari sahabat-sahabat di luar Madinah. Mereka mengirim surat kepada para sahabat di kota Makkah, Basra dan Kufah. Mereka meminta pendapat mereka tentang siapa yang layak menjadi khalifah. Dengan semua informasi yang mereka dapatkan, mereka memutuskan untuk mengadakan sebuah pertemuan untuk menentukan siapa yang akan menjadi khalifah. Pada saat pertemuan tersebut, Umar bin Khattab dan Abu Bakar dipilih sebagai khalifah. Bagaimanapun, Abu Bakar menolak pilihan tersebut dan mengusulkan Umar bin Khattab sebagai khalifah. Umar bin Khattab dipilih karena ia memiliki kualifikasi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi khalifah. Ia memiliki kepemimpinan yang luar biasa, kebijaksanaan yang luar biasa, dan keterampilan administrasi yang hebat. Umar bin Khattab dipilih sebagai khalifah oleh para sahabat-sahabat dengan suara bulat. Selama masa pemerintahannya, ia memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa. Ia membuat banyak perubahan dan perbaikan dalam masyarakat Islam, seperti menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, meningkatkan pendidikan, dan meningkatkan derajat kemakmuran umat Islam. Ia juga menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah di dunia. Ia telah menjadi pemimpin yang luar biasa dan khalifah yang luar biasa yang telah membawa umat Islam pada tingkat yang lebih tinggi. Penjelasan Lengkap Bagaimana Proses Pemilihan Umar Bin Khattab Sebagai Khalifah1. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, sahabat-sahabat yang berada di Madinah berkumpul untuk menentukan siapa yang akan menggantikan beliau sebagai khalifah. 2. Mereka meminta pendapat dari sahabat-sahabat yang berada di Madinah dan sahabat-sahabat di luar Madinah melalui Umar bin Khattab dipilih karena ia memiliki kualifikasi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi Umar bin Khattab dipilih sebagai khalifah oleh para sahabat-sahabat dengan suara Selama masa pemerintahannya, Umar bin Khattab memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar Ia membuat banyak perubahan dan perbaikan dalam masyarakat Islam, seperti menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, meningkatkan pendidikan, dan meningkatkan derajat kemakmuran umat Islam. 7. Ia juga menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah di dunia dan membawa umat Islam pada tingkat yang lebih tinggi. 1. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, sahabat-sahabat yang berada di Madinah berkumpul untuk menentukan siapa yang akan menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah wafatnya Rasulullah Saw, sahabat-sahabat Rasulullah yang berada di Madinah berkumpul untuk menentukan siapa yang akan menggantikan beliau sebagai khalifah. Mereka berdiskusi tentang siapa yang paling tepat untuk menjadi pemimpin umat Islam. Namun, tidak ada kesepakatan tentang siapa yang harus dipilih, karena sahabat-sahabat itu semua memiliki pendapat yang berbeda. Pada akhirnya, sahabat-sahabat yang hadir bersepakat untuk memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik, dan dia dianggap sebagai pemimpin yang sangat berbakti dan tangguh. Dia memimpin umat Islam dengan damai dan adil. Setelah Abu Bakar meninggal dunia, sahabat-sahabat Rasulullah berkumpul lagi untuk memilih khalifah baru. Saat itu, Umar bin Khattab adalah salah satu kandidat yang paling populer. Dia adalah salah satu sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. Umar juga dikenal sebagai orang yang jujur, tegas, dan berwawasan luas. Dia juga sangat bijaksana dalam menangani masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Karena itu, sahabat-sahabat Rasulullah akhirnya memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua. Pada saat itu, Umar dianggap sebagai pemimpin yang dapat diandalkan dan dihormati. Dia menjalankan tugasnya dengan baik dan memimpin umat Islam dengan adil. Dia juga memperkuat ekonomi, memperluas wilayah kerajaan, meningkatkan pendidikan, menciptakan sistem hukum yang adil, dan membawa perubahan yang besar di seluruh wilayah Islam. Khalifah Umar bin Khattab menjadi salah satu khalifah yang paling dihormati dan diingat dalam sejarah umat Islam. Dia memimpin umat Islam dengan baik dan meninggalkan banyak legasi yang bermanfaat bagi umat Islam. Dia juga dikenal sebagai salah satu khalifah yang paling berhasil dan dihormati di masa lalu. 2. Mereka meminta pendapat dari sahabat-sahabat yang berada di Madinah dan sahabat-sahabat di luar Madinah melalui surat. Proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai Khalifah merupakan salah satu proses pemilihan yang paling penting dalam sejarah Islam. Proses tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengambilan keputusan kolektif dalam sejarah Islam. Pada saat itu, sahabat-sahabat yang berada di Madinah dan sahabat-sahabat di luar Madinah dipanggil untuk menyatakan pendapat mereka tentang siapa yang sebaiknya menggantikan Rasulullah sebagai Khalifah. Pendapat mereka disampaikan melalui surat. Surat-surat ini berisi pertanyaan tentang siapa yang harus dipilih. Mereka juga diminta untuk menyampaikan alasan mereka mengapa orang yang dipilih layak menjadi Khalifah. Selain itu, surat-surat ini juga menanyakan apakah ada orang lain yang layak untuk menggantikan Rasulullah sebagai Khalifah. Setelah menerima surat-surat tersebut, sahabat-sahabat mengirimkan jawaban mereka masing-masing. Mereka menyatakan pendapat mereka mengenai siapa yang layak menjadi Khalifah. Pendapat yang paling banyak menerima dukungan adalah Umar bin Khattab. Umar bin Khattab dipilih sebagai khalifah karena banyak sahabat yang menyatakan bahwa dia adalah orang yang paling tepat untuk menggantikan Rasulullah. Mereka menyatakan bahwa dia memiliki kepribadian yang sama seperti Rasulullah. Dia dianggap sebagai orang yang cakap, tegas, adil, dan kuat. Ketika Umar bin Khattab terpilih sebagai Khalifah, dia menerima banyak dukungan dari sahabat-sahabat. Dia menyatakan bahwa ia akan menjalankan tugasnya dengan benar, seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, dan ia menjanjikan untuk menjaga kehormatan dan kemakmuran orang-orang. Dalam proses pemilihan Umar bin Khattab sebagai Khalifah, sahabat-sahabat di Madinah dan luar Madinah telah berperan penting. Dengan menyampaikan pendapat mereka melalui surat-surat yang dikirimkan, sahabat-sahabat telah menunjukkan betapa pentingnya pengambilan keputusan kolektif dalam sejarah Islam. Proses ini menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendengaran dan diperhatikan dalam mendiskusikan masalah yang penting. 3. Umar bin Khattab dipilih karena ia memiliki kualifikasi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi khalifah. Umar bin Khattab adalah orang yang dipilih oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad untuk menjadi khalifah. Sebelum memilih Umar, sahabat-sahabat Nabi Muhammad telah menilai berbagai kualifikasi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi khalifah. Umar memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang efektif dan cepat, serta ia juga memiliki pengalaman yang luas dalam hal politik. Umar memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk menjadi khalifah dari segi kepemimpinannya. Ia memiliki kesadaran yang tinggi tentang komitmennya untuk melayani orang-orang di sekitarnya. Ia juga memiliki keterampilan yang luar biasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ia selalu berusaha untuk mendengarkan pendapat orang lain, mempertimbangkan segala sesuatu secara obyektif, dan mengambil keputusan yang bijaksana. Selain kemampuan berpikir, Umar juga memiliki keterampilan bernegosiasi yang sangat baik. Ia adalah seorang yang tegas dan berani. Ketika ia berhadapan dengan masalah-masalah politik, ia selalu melakukan perundingan dengan bijaksana. Ia juga mampu menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda. Umar juga memiliki kemampuan untuk memimpin orang-orang dengan cara yang tepat dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan politik. Ia mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang baik dan melakukan perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Umar juga memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk memimpin umat Islam. Sejak awal, ia telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap agama dan berupaya untuk menjalankan ajaran-ajaran agama dengan cara yang benar. Ia juga memiliki kemampuan untuk membawa perubahan yang diperlukan untuk membangun sebuah masyarakat yang beradab. Dari semua kualifikasi dan keterampilan yang dimiliki oleh Umar bin Khattab, ia dipilih oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad untuk menjadi khalifah. Ia memiliki banyak hal yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, termasuk kemampuan untuk berpikir secara objektif, keterampilan bernegosiasi yang baik, dan komitmen yang kuat terhadap ajaran agama. Dengan semua kualifikasi dan keterampilan ini, Umar dipilih untuk menjadi khalifah yang berhasil dan dapat menjaga kemajuan Islam. 4. Umar bin Khattab dipilih sebagai khalifah oleh para sahabat-sahabat dengan suara bulat. Umar bin Khattab adalah salah satu tokoh besar Islam dan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu, beliau dianggap sebagai orang yang terbaik untuk menjadi khalifah. Tidak lama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat memutuskan untuk mencari orang yang akan menggantikan Nabi Muhammad SAW sebagai khalifah. Mereka memutuskan untuk memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah. Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi yang paling berpengaruh dan berpengalaman. Dia juga dikenal karena kepribadiannya yang tegas dan kuat. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai khalifah dimulai dengan sesi diskusi antara para sahabat. Mereka berbicara tentang hal-hal seperti kualifikasi dan kemampuan Umar bin Khattab sebagai khalifah. Setelah itu, mereka mengadakan pemungutan suara untuk menentukan siapa yang akan menjadi khalifah. Mereka memutuskan bahwa Umar bin Khattab akan menjadi khalifah dengan suara bulat. Umar bin Khattab sangat dianugerahi dengan kemampuan untuk memerintah dan mengatur yang luar biasa. Dia juga memiliki banyak pengalaman dan keterampilan dalam mengatur negara. Kekuatan dan ketegasan Umar bin Khattab juga membantunya dalam meningkatkan ketertiban dan keamanan di seluruh wilayah. Umar bin Khattab menjadi khalifah yang sangat dihormati dan dihargai oleh para sahabat. Dia menjadi khalifah yang dianggap sebagai ikon dan teladan bagi umat Islam. Dia menjadi khalifah yang paling berpengaruh dan berpengalaman dalam sejarah Islam. Dia juga menjadi salah satu khalifah yang paling berhasil dalam mengatur dan mengurus negara. Kepemimpinan Umar bin Khattab terkenal karena pemikirannya yang modern dan kreatif dalam menata wilayah dan meningkatkan ketertiban dan keamanan di seluruh wilayah. Dia juga dikenal karena kebijakannya yang tegas dan menguntungkan umat Islam. Dengan semua kualifikasi dan pengalaman yang dimilikinya, Umar bin Khattab dipilih sebagai khalifah oleh para sahabat dengan suara bulat. Dia menjadi khalifah yang dicintai dan dihormati oleh umat Islam. Dia menjadi contoh khalifah yang terbaik dan banyak pengaruhnya dalam sejarah Islam. 5. Selama masa pemerintahannya, Umar bin Khattab memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa. Setelah wafatnya Khalifah Abu Bakr, Umar bin Khattab telah dipilih sebagai Khalifah yang menggantikan Abu Bakr. Proses pemilihan Umar sebagai Khalifah terbagi menjadi beberapa tahapan. Pertama-tama, para sahabat Nabi Muhammad SAW telah berkumpul di Masjid Nabawi di Madinah untuk memilih khalifah selanjutnya. Mereka tidak sepakat tentang siapa yang akan menjadi Khalifah. Saat itu, Umar bin Khattab berdiri di samping Abu Bakr dan memberikan dukungan penuh kepadanya. Abu Bakr meminta salah satu sahabat untuk mengumumkan kandidatnya, yaitu Umar bin Khattab. Para sahabat yang hadir sepakat untuk secara aklamasi mengumumkan Umar bin Khattab sebagai Khalifah. Kedua, setelah Umar bin Khattab dipilih sebagai Khalifah, ia mengadakan pertemuan dengan para sahabat lainnya. Pada pertemuan ini, Umar meminta setiap sahabat untuk menandatangani sebuah dokumen yang mengikat mereka untuk mematuhi dan mendukung pemerintahannya. Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyampaikan pidatonya dan menyatakan bahwa ia akan memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa. Ketiga, Umar bin Khattab pun menerapkan beberapa peraturan dan aturan yang diperlukan untuk membuat pemerintahannya berjalan lancar. Ia mengadakan berbagai pertemuan dan diskusi dengan para sahabatnya untuk memastikan bahwa semua peraturan dan aturan yang telah ditetapkan berjalan dengan baik. Keempat, Umar bin Khattab juga membuat berbagai peraturan yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran umat Islam. Ia membuat peraturan tentang penggunaan harta benda, pembagian harta rampasan perang, pengangkatan pejabat pemerintah, dan lain-lain. Kelima, selama masa pemerintahannya, Umar bin Khattab memimpin umat Islam dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa. Ia menegakkan nilai-nilai Islam ke seluruh umat dan menghormati semua perbedaan. Ia juga membuat berbagai kebijakan tentang pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik yang bertujuan untuk memajukan dan menjaga kesejahteraan umat Islam. Ia juga menghadapi setiap tantangan yang dihadapi oleh umat Islam dengan tegas dan teguh. Dengan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa, Umar bin Khattab berhasil memimpin umat Islam dengan baik dan membuat mereka menjadi salah satu umat terkuat di dunia. Ia membawa berbagai perubahan positif dan meningkatkan kualitas hidup umat Islam. Oleh karena itu, ia telah dikenal sebagai salah satu khalifah terbesar dalam sejarah Islam. 6. Ia membuat banyak perubahan dan perbaikan dalam masyarakat Islam, seperti menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, meningkatkan pendidikan, dan meningkatkan derajat kemakmuran umat Islam. Pemilihan Umar bin Khattab sebagai Khalifah adalah salah satu keputusan yang paling penting dalam sejarah Islam. Pemilihan ini menandakan bahwa Islam telah berhasil melewati masa transisi dari sebuah gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW ke sebuah negara berdaulat yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Umar bin Khattab telah memainkan peran penting dalam menyatukan komunitas Muslim dan menghadapi musuh-musuh dari luar. Setelah kematian Nabi Muhammad SAW, sahabat-sahabatnya memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama. Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar menyatukan komunitas Muslim dan memerangi musuh-musuh dari luar. Pada tahun 634 M, Abu Bakar wafat, dan Umar bin Khattab dipilih untuk menggantikannya. Umar bin Khattab mempunyai kepemimpinan yang luar biasa dan komitmen yang kuat untuk memajukan dan memperluas Islam. Ia memimpin pasukan Muslim untuk melewati batas-batas teritorial Islam dan menguasai daerah-daerah baru. Ia juga melakukan pelbagai tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Islam. Ia membuat banyak perubahan dan perbaikan dalam masyarakat Islam, seperti menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, meningkatkan pendidikan, dan meningkatkan derajat kemakmuran umat Islam. Ia juga memperkenalkan zakat, sebuah sistem di mana orang-orang yang lebih kaya dinasihatkan untuk membantu orang-orang yang lebih miskin. Selain itu, Umar memperkenalkan undang-undang baru untuk menjamin persamaan hak bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang etnik atau agama. Dia juga mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa masyarakat Islam hidup dalam keamanan dan kesejahteraan. Umar juga mengambil langkah-langkah untuk memajukan pendidikan dan memperkenalkan teknik-teknik pengajaran baru. Dia memperkenalkan sistem pendidikan yang lebih berorientasi pada praktik dan memastikan bahwa semua anak-anak memiliki akses yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kepemimpinan Umar bin Khattab telah mengubah dunia dan telah membuat masyarakat Islam lebih makmur dan berkembang. Ia telah mendorong dan memajukan perkembangan Islam di seluruh dunia dan telah meninggalkan jejak yang dapat kita ikuti sampai saat ini. 7. Ia juga menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah di dunia dan membawa umat Islam pada tingkat yang lebih tinggi. Umar Ibnu Khattab merupakan salah satu Khalifah terbesar dalam sejarah Islam. Ia menjadi Khalifah pada tahun 634 Masehi dan kemudian menjadi pemimpin umat Islam hingga tahunnya wafat pada tahun 644 Masehi. Ia dikenal sebagai Khalifah yang sangat bijaksana, berani dan adil. Proses pemilihan Umar Ibnu Khattab sebagai Khalifah dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Pada saat itu, umat Muslim tidak memiliki pemimpin, karena Nabi Muhammad saw. adalah orang yang paling berpengaruh di antara mereka. Melihat situasi yang tak terkendali, para sahabat Nabi Muhammad saw. memutuskan untuk memilih seorang pemimpin. Mereka memutuskan untuk memilih salah satu dari sepuluh orang yang dikenal sebagai The Ten, yaitu sepuluh orang yang dianggap paling dekat dengan Nabi Muhammad saw. Salah satu dari The Ten adalah Umar Ibnu Khattab. Ketika Umar Ibnu Khattab dipilih sebagai Khalifah, ia mengambil tindakan yang bijaksana untuk menjaga stabilitas di antara umat Muslim. Ia membuat kebijakan yang adil dan tertata dengan baik, yang membuat umat Muslim merasa aman dan nyaman. Ia juga mengatur sistem pajak yang lebih adil bagi semua orang dan membuat sistem keuangan yang lebih baik. Selain itu, Umar Ibnu Khattab juga menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah di dunia. Ia mengirim pasukan perang dan duta untuk menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah. Ia juga membangun masjid dan tempat ibadah di berbagai negara untuk memperluas pengaruh Islam. Selain itu, ia juga melakukan perjanjian dengan berbagai negara untuk memastikan keamanan dan stabilitas bagi umat Muslim. Ketika Umar Ibnu Khattab menjadi Khalifah, ia membawa umat Islam pada tingkat yang lebih tinggi. Ia memperluas wilayah kerajaan Islam dan membangun kota-kota seperti Kufa, Basrah, dan Fustat. Ia juga membangun sejumlah jalan raya yang memudahkan umat Muslim untuk berpergian dengan aman dan nyaman. Ia mengizinkan orang-orang untuk menyebarkan agama mereka dan membiarkan orang-orang yang berbeda berinteraksi satu sama lain. Hal ini membuat umat Muslim lebih toleran terhadap agama dan budaya lain. Umar Ibnu Khattab memang merupakan salah satu Khalifah terbaik dalam sejarah Islam. Ia membawa umat Islam pada tingkat yang lebih tinggi dengan menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah di dunia dan menciptakan sistem yang adil dan tertata. Ia telah meninggalkan jejak yang tak terhapus dalam sejarah Islam dan masih menjadi inspirasi bagi para pemimpin saat ini.
4 Saidina Abu Bakar telah mencalonkan Saidina Umar al-Khattab mewakili golongan Muhajirin manakala Abu Ubaidah mewakili golongan Ansar sebagai calon khalifah. Sebelum pemilihan dilakukan, kedua-dua calon telah menarik diri malah Saidina Umar al-Khattab telah mencadangkan Saidina Abu Bakar sebagai khalifah dan disokong oleh Abu Ubaidah
UTSMAN bin Affan menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar bin Khattab, tepatnya pada tahun 23 H. Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah atas dasar musyawarah dan keputusan para sahabat, yang anggotanya dipilih oleh khalifah Umar bin Khattab sebelum beliau wafat. Keenam anggota panitia itu ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Tiga hari setelah Umar bin Khattab wafat, keenam kandidat kemudian berkumpul dan bermusyawarah selama tiga hari di bawah panitia pemilihan yang terdiri dari Abdullah bin Umar, Abu Thalhah al-Anshari, al-Miqdad, dan Suhaib. Musyawarah pemilihan ini dimulai dengan pembukaan dari Abdurrahman bin Auf yang berkata “Pilihlah tiga orang di antara kalian.” BACA JUGA Orang-orang Pengganti Khalifah Umar Zubair bin al-Awwam berkata “Aku memilih Ali.” Thalhah bin Ubaidilah berkata “Aku memilih Utsman.” Sa’ad bin Abi Waqqash berkata “Aku memilih Abdurrahman bin Auf.” Abdurrahman bin Auf lalu berkata kepada Ali dan Utsman “Aku memilih salah satu di antara kalian berdua yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.” Ali maupun Utsman terhening tidak memberikan jawaban. Abdurrahman bin Auf pun memahami keduanya. Lalu Abdurrahman berkata, “Apa kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?” Mendengar hal itu, Ali dan Utsman berkata “Ya benar.” Abdurrahman bin Auf kemudian memandangi para sahabat yang hadir dan meminta pandangan mereka. la kemudian berkata kepada Ali “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.” Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku memilih Utsman.” Lalu Abdurrahman bin Auf memandang Utsman bin Affan. Utsman pun berkata, “Aku memilih Ali bin Abu Thalib.” Dari keenam kandidat tidak ada satu pun yang mau mengajukan diri untuk dibaiat, begitu pun dengan dua kandidat terakhir, Ali dan Utsman. Oleh karena itu, musyawarah pun ditunda. Pada hari kedua, Abdurrahman bin Auf berkeliling Madinah menjumpai para sahabat dan memintai pendapat mereka. Akhirnya di malam hari ketiga, Abdurrahman bin Auf memanggil Zubair bin aI-Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, mereka bertiga kemudian bermusyawarah. Setelah ketiganya selesai bermusyawarah, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib dan keduanya berbincang hingga tengah malam. Ketika Ali pergi setelah selesai berbincang-bincang, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Utsman bin Affan dan keduanya berbincang-bincang hingga azan subuh berkumandang. Pagi itu, kaum muslimin berkumpul di Masjid Nabi. Dihadiri oleh enam kandidat, wakil kaum Muhajirin dan Anshar, serta para pemimpin pasukan. Abdurrahman bin Auf kemudian memandang Ali bin Abi Thalib dan membacakan syahadatain, ia berkata kepada Ali sambil memegang tangannya “Engkau punya hubungan dekat dengan Rasulullah, dan sebagaimana diketahui, engkau pun lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkau harus berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau harus patuh dan taat. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan, dan ternyata mereka lebih memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini.” BACA JUGA Orang Quraisy Terguncang ketika Umar bin Khattab Memeluk Islam Setelah berkata kepada Ali, Abdurrahman bin Auf berkata kepada Utsman “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Ali bin Abi Thalib adalah orang kedua yang berkata yang sama kepada Utsman untuk membaiatnya sebagai khalifah pengganti Umar. Saat itu juga semua kaum muslimin yang hadir serempak membaiat Utsman sebagai khalifah kaum muslimin. Maka Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan yang tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H. Pengumuman dilakukan setelah selesai salat di Masjid Madinah. [] Sumber Sahabat Rasulullah Ustman bin Affan/ Penulis M. Syaikuhudin/ Penerbit Balai Pustaka/ 2012
Oleh M. Ishom el-Saha. UMAR bin Khattab adalah pemimpin Islam yang mengenalkan cara pemilihan pemimpin (khalifah) melalui pengambilan suara terbanyak. Gagasan ini beliau sampaikan pada tahun terakhir kekhilafahan, guna menentukan siapa pemimpin pengganti beliau. Sebetulnya, dalam pandangan pribadi Umar bin Khattab sudah dipetakan dan diperhitungkan siapa yang layak memimpin umat Islam setelah
Pertanyaan Bagaimana dahulu Negara Islam mengatur dirinya? Bagaimana pemerintahan pada generasi pertama? Teks Jawaban Alhamdulillah. Seorang penguasa muslim harus mengangkat orang-orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Diapun harus membentuk majelis syuro dari kalangan pakar dari berbagai spesilisasi. Tidak boleh jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang awam atau orang bodoh untuk memilih kerabatnya atau orang segolongannya atau memilih siapa yang membayarnya lebih besar. Syekh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Jabatan selain kepemimpinan tertinggi, penetapannya berada di tangan pemimpin. Yaitu hendaknya dia memilih orang-orang yang kompeten dan amanah dan membantu mereka Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” SQ. An-Nisaa’ 58 Pesan dalam ayat ini ditujukan kepada para pemimpin. Yang dimaksud amanah dalam ayat di atas adalah jabatan dalam sebuah Negara yang Allah jadikan sebagai amanah di tangan para pemimpin. Menunaikannya adalah dengan memilih orang-orang yang kompeten dan terpercaya, sebagaimana para Nabi dan para pemimpin sesudahnya memilih orang-orang yang layak untuk menduduki sebuah jabatan agar dapat ditunaikan dengan semestinya. Adapun pemilihan yang dikenal sekarang di beberapa Negara bukalah system Islam, karena di dalamnya mengandung kekacauan, interest pribadi, konflik kepentingan, serakah, terjadinya fitnah, tertumpahnya darah sementara tujuannya tidak tercapai, bahkan justeru akan menjadi sarana tawar menawar, jual beli dan slogan-slogan dusta.” Jaridah Aljazirah, edisi 11358 Dahulu seorang khalifah atau pemimpin memegang kepemimpinan Negara melalui tiga cara; Cara pertama; Dipilih oleh Ahlul halli wal Aqdi. Misalnya penetapan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kekhalifahannya ditetapkan berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat akhirnya sepakat dan berbaiat kepadanya dan mereka ridha dengan kekhalifahannya. Demikian pula halnya penetapan kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu anhu, saat Umar bin Khattab memerintahkan agar khalifah sesudahnya ditetapkan setelah diadakan syuro oleh enam orang shahabat utama. Maka kemudian Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka saat dia melihat kecenderungan masyarakat keseluruhannya kepada Utsman, maka beliau berbai’at kepadanya, kemudian sisanya dari tim enam tersebut berbai’at kepadanya, kemudian kaum muhajirin dan Anshar berbaiat kepadanya. Maka ditetapkanlah Utsman sebagai khalifah berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat sepakat dan berbaiat kepadanya serta rela dengan kekhilafahannya. Demikian pula halnya dengan Ali bin Thalib radhiallahu anhu, beliau ditetapkan sebagai khalifah dengan cara dipilih oleh lebih dari seorang Ahlul halli wal aqdi. Cara kedua; Kekhalifahan dengan cara menetapkan putra mahkota dari khalifah sebelumnya. Yaitu dengan cara seorang khalifah menetapkan penggantinya secara definitive sebagai khalifah sesudahnya. Misalnya penetapan Umar bin Khatab sebagai khalifah. Beliau ditetapkan oleh penentuan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu sebagai penggantinya. Cara ketiga Dengan kekuatan dan kemenangan. Jika seorang khalifah menundukkan sebuah bangsa dengan pedang dan kekuasaannya, lalu situasi aman terkendali, maka diwajibkan mendengar dan taat kepadanya dan jadilah dia sebagai pemimpin kaum muslimin. Contohnya adalah sebagian khalifah Bani Umayyah, Khalifah Bani Abbasiah dan orang sesudahnya. Ini adalah cara yang bertentangan dengan syariat, karena meraih kekuatan dengan merampas dan kekuatan, akan tetapi karena besarnya pengaruh keberadaan seorang penguasa yang memerintah rakyatnya dan besarnya kerusakan akibat hilangnya keamanan di sebuah negeri. Orang yang mendapatkan kekuasaan melalui pedang dan kekuatan wajib didengar dan ditaati jika dia menang dan berhukum kepada syariat Allah Ta’ala. Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang merebut kekuasaan dan kemudian dia berkuasa, maka masyarakat harus mengakuinya, walaupun dipaksa bukan keridhaan mereka karena dia merebut kekuasaan dengan paksa. Sebabnya adalah, jika orang yang telah merebut kekuasaan tersebut direbut lagi kekuasaannya, maka akan timbul kerusakan yang besar. Hal ini sebagaiman terjadi pada pemerintahan Bani Umayah, diantara mereka ada yang merebut kekuasaan dengan paksa dan kekuatan, lalu dia menjadi khalifah dan dipanggil sebagai khalifah, maka orang seperti itu wajib ditaati sebagai bentuk pengamalan atas perintaha Allah Ta’ala. Syarah Al-Aqidah As-Safariniah, hal. 688. Untuk tambahan dalam bab ini dan mengenal bagaimana tata kelola Negara serta pembagian tugasnya, lihat kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abu Hasan Al-Mawardi Asy-Syafii, “Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abi Ya’la Al-Farra Al-Hambali, Kitab “At-Tartib Al-Idariyh.” Al-Katny. Di dalamnya terdapat banyak informasi.
Umarmengusulkan agar dibuat proyek pengumpulan. Dalam buku-buku tafsir dan hadits percakapan yang terjadi antara Abu Bakar Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai pengumpulan Alquran di terangkan sebagai berikut: Umar berkata kepada Abu Bakar, "Dalam peperangan Yamamah para sahabat yang hafal Alquran telah banyak yang gugur.
Kehidupan Khalifah Umar bin Khattab tidak lepas dari memperhatikan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan warganya. Suatu ketika Umar mendapat laporan bahwa putra Gubernur Mesir telah menempeleng seorang warga negara tanpa sebab berarti dibanding perlakuan yang telah didapatnya itu. Seketika, Umar segera memanggil sang Gubernur yang tak lain adalah Amr bin Ash untuk menghadapkan putranya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai sewenang-wenang itu. Di hadapan Gubernur Mesir dan putranya itu, Khalifah Umar memperlihatkan ketegasannya dengan kata-kata yang hingga kini termasyhur menjadi sebuah doktrin. Umar berkata Ilaa mataa ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron? Sampai kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka? Konon, menurut riwayat yang diceritakan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam buku karyanya Berangkat dari Pesantren 2013 itu, doktrin Sayyidina Umar tersebut yang menguatkan jalan perjuangan para kiai dan ulama di Indonesia dalam mengusir penjajah dari tanah air. Dalam sejarahnya, keprihatinan dan peran sentral para kiai dari kalangan pesantren dalam menghidupkan kesadaran bangsa Indonesia untuk merdeka dari kungkungan penjajah begitu tinggi. Bahkan atas langkahnya itu, pesantren selalu mendapat sorotan dari pihak kolonial karena dianggap mampu memobilisasi kekuatan rakyat untuk melakukan perlawanan. Bagi bangsa Indonesia, perlawanan wajib dilakukan kepada penjajah atas perlakuannya yang tidak berperikemanusiaan. Ketegasan Khalifah Umar kepada Amr bin Ash bukan kali itu saja. Amr bin Ash berencana akan membangun sebuah masjid besar di tempat gubuk tersebut dan otomatis harus menggusur gubuk reot Yahudi itu. Lalu dipanggil lah si Yahudi itu untuk diajak diskusi agar gubuk tersebut dibeli dan dibayar dua kali lipat. Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah karena dia tidak punya tempat lain selain di situ. Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk tersebut. KH Abdurrahman Arroisi dalam salah satu jilid bukunya 30 Kisah Teladan 1989 menjelaskan, si Yahudi merasa dilakukan tidak adil, menangis berurai air mata, kemudian dia melapor kepada khalifah, karena di atas gubernur masih ada yang lebih tinggi. Dia berangkat dari Mesir ke Madinah untuk bertemu dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Sepanjang jalan si Yahudi ini berharap-harap cemas dengan membanding bandingkan kalau gubernurnya saja istananya begitu mewah, bagaimana lagi istananya khalifahnya? Kalau gubernrunya saja galak main gusur apalagi khalifahnya dan saya bukan orang Islam apa ditanggapi jika mengadu?” Sesampai di Madinah dia bertemu dengan seorang yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon Kurma, dia hampiri dan bertanya, bapak tau dimana khalifah Umar bin Khattab? Dijawab orang tersebut, ya saya tau, Di mana Istananya? Istananya di atas lumpur, pengawalnya yatim piatu, janda-janda tua, orang miskin dan orang tidak mampu. Pakaian kebesarannya malu dan taqwa. Si Yahudi tadi malah bingung dan lalu bertanya sekarang orangnya di mana pak? Ya di hadapan tuan sekarang. Gemetar Yahudi ini keringat bercucuran, dia tidak menyangka bahwa di depannya adalah seorang khalifah yang sangat jauh berbeda dengan gubernurnya di Mesir. Sayiddina Umar bertanya, kamu dari mana dan apa keperluanmu? Yahudi itu cerita panjang lebar tentang kelakuan Gubernur Amr bin Ash yang akan menggusur gubuk reotnya di Mesir sana. Setelah mendengar ceritanya panjang lebar, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di dekat situ. Lalu diambil pedangnya kemudian digariskan tulang tersebut lurus dengan ujung pedangnya, dan disuruhnya Yahudi itu untuk memberikannya kepada Gubernur Amr bin Ash. Makin bingung si Yahudi ini dan dia menuruti perintah Khalifah Sayyidina Umar tersebut. Sesampai di Mesir, Yahudi ini pun langsung menyampaikan pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang tadi kepada Gubernur Amr bin Ash. Begitu dikasih tulang, Amr bin Ash melihat ada garis lurus dengan ujung pedang, gemetar dan badannya keluar keringat dingin lalu dia langsung menyuruh kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tadi. Amr bin Ash berkata pada Yahudi itu, ini nasehat pahit buat saya dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab, seolah-olah beliau bilang hai Amr bin Ash, jangan mentang-mentang lagi berkuasa, pada suatu saat kamu akan jadi tulang-tulang seperti ini. Maka mumpung kamu masih hidup dan berkuasa, berlaku lurus dan adillah kamu seperti lurusnya garis di atas tulang ini. Lurus, adil, jangan bengkok, sebab kalau kamu bengkok maka nanti aku yang akan luruskan dengan pedang ku. Singkat cerita, setelah melihat keadilan yang dicontohkan Sayyidina Umar tersebut, akhirnya Yahudi itu menghibahkan gubuknya tadi buat kepentingan pembangunan masjid, dan dia pun masuk Islam oleh karena keadilan dari Umar bin Khattab. Penulis Fathoni Ahmad Editor Muchlishon
Mendengarungkapan itu, Umar bin Khattab marah sekali. Dia menegur, "Tidak ada yang boleh berkuasa kepada pelayan dan pembantunya, Allah memberikan hak yang sama kepada setiap orang!" Umar bin Khattab kemudian berkata kepada pelayan dan pembantu, "Silakan duduk bersama kami dan santap hidangan ini. Para pelayan duduk dan menyantap hidangan.
Oleh Harun HuseinPemilihan Umar bin Khattab Model Kedua Pergantian khalifah lewat surat wasiat yang dibacakan ke hadapan kaum Muslimin, kemudian kaum Muslim memberikan bai’at. Berikut kronologinya* Menjelang wafatnya, Abu Bakar mewasiatkan jabatan khalifah kepada Umar. Yang menuliskan wasiat itu adalah Utsman Bin Affan. Setelah itu wasiat tersebut dibacakan ke hadapan kaum Muslimin dan mereka mengakuinya serta tunduk dan mematuhi wasiat tersebut.* Umar adalah yang pertama bergelar amirul mukminin. Konon yang pertama memanggilnya demikian adalah Al-Mughirah bin Syu’bah.* Imam Bukhari menulis bahwa saat Umar terbaring menjelang wafat, usai ditikam oleh Abu Lu’luah, ada yang menyatakan kepada Umar, “Tidakkah engkau menunjuk penggantimu wahai amirul mukminin.” Umar menjawab, “Jika aku memilih penggantiku sebagai khalifah maka sesungguhnya hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Abu Bakar. Dan jika aku tidak menunjuk pengganti, maka hal itu telah dilakukan juga oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Rasulullah.”* Umar menyatakan, “Aku tidak mendapati ada orang yang lebih berhak memegang urusan ini menjadi khalifah selain dari enam orang yang Rasulullah rela atas mereka ketika wafatnya.” Keenam orang itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka inilah yang menjadi anggota majelis syura untuk memilih khalifah.* Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa al-Nihayah menyatakan dengan cara Umar menggabungkan apa yang dilakukan Rasulullah yaitu tidak menjatuhkan pilihan dan cara Abu Bakar yang mewasiatkan penggantinya, dan menyerahkan perkara pengangkatan khalifah kepada sebuah majelis syura.* Umar tidak menunjuk Sa’id bin Zaid sebagai anggota majelis syura, sebab dia berasal dari kabilah umar dan dikhawatirkan dia kelak terpilih disebabkan kekerabatannya, namun menyatakan dia menjadi saksi atas proses yang dilakukan panitia enam tersebut. Sa’id bin Zaid adalah satu dari sepuluh orang yang dijamin Rasulullah masuk surga sembilan lainnya adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Abdullah, dan Abu Ubaidillah bin Jarrah.* Sebuah riwayat menyebutkan Umar juga mengecualikan anaknya, Abdullah bin Umar, dari hak terpilih sebagai khalifah, karena khawatir jabatan khalifah menjadi jabatan turun-temurun.
bbs0x. hinl9dl6u8.pages.dev/251hinl9dl6u8.pages.dev/247hinl9dl6u8.pages.dev/12hinl9dl6u8.pages.dev/292hinl9dl6u8.pages.dev/272hinl9dl6u8.pages.dev/158hinl9dl6u8.pages.dev/494hinl9dl6u8.pages.dev/52
cara pemilihan umar bin khattab